Senin, 22 Oktober 2012

Dari Mengangkut Ikan Jadi Jutawan



Untuk Jhon Nesimnasi, mungkin awal hidupnya bukanlah masa-masa menyenangkan. Sebelum menjadi supplier ikan pelagis, Jhon setiap harinya harus bekerja. Ia melakoninya sejak masih duduk di bangku sekolah untuk membantu kebutuhan keluarganya.
Ikan pelagis adalah sebutan untuk ikan-ikan yang hidup di laut dalam.

Sebelum memulai usahanya sendiri pada 2002, putra asli Kupang ini mengaku hanya bekerja sebagai pengangkut ikan. "Jadi, setiap ada kapal merapat, kami bantu mereka angkut ikannya ke pasar, nanti dikasih imbalan," kata dia ketika ditemui VIVAnews beberapa waktu lalu dalam sebuah pameran di Jakarta.

Ia mengingat-ingat, penghasilannya kala itu paling banyak Rp100 ribu per hari dari hasil membantu mengangkut ikan. Masa itu, menurut dia, adalah masa yang cukup keras, karena keluarganya memang tidak mampu untuk membiayai sekolahnya.

Alhasil, Jhon muda setiap pulang sekolah harus langsung pergi ke pantai untuk membantu nelayan yang pulang melaut mengangkut ikan. "Dari mulai sekolah menengah pertama kami sudah pergi ke pantai sehabis sekolah, hanya mengganti baju dan tidak pulang ke rumah," ujarnya.

Nasib pria hitam manis ini mulai berubah ketika di tempatnya bekerja didirikan tempat pelelangan ikan. Dengan bermodalkan kepercayaan dari para nelayan yang sering menerima bantuannya, Jhon akhirnya didaulat menjadi supplier tempat para nelayan menyetorkan ikannya.

Mengenai pendapatannya saat ini, Jhon mengaku per bulan mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp20 juta di luar dari biaya yang dikeluarkannya untuk membayar anak buah yang membantunya mengangkut ikan.

Saat ini, ada 16 orang yang dipekerjakannya sebagai tenaga kerja untuk membantu membongkar ikan dan mengecerkannya ke pasar. Jhon mengatakan, sebagai supplier, pihaknya hanya menampung ikan yang dijual para nelayan untuk kemudian disalurkan ke pasar di daerahnya atau dijual ke perusahaan-perusahaan pengolah ikan.

Setiap harinya, menurut pria berumur 40 tahun ini, bisa sekitar 10 ton ikan yang masuk ke tempatnya. Jenis-jenis ikan yang masuk biasanya adalah cakalang, tuna, layang, tongkol, dan kakap.

Ketika memulai usaha, modal yang dikeluarkan amat kecil. Namun, karena adanya kepercayaan dari masyarakat, usaha Jhon terus berkembang.

Selain kepercayaan, sistem kemitraan yang diberikan Jhon juga dianggap para nelayan amat baik. Sistem yang digunakan adalah dengan memberikan modal terlebih dahulu untuk mencari ikan bagi para nelayan. Nantinya, para nelayan akan menjual ikan kepadanya, namun dengan harga lelang yang disepakati bersama.

Untuk keperluan melaut, para nelayan membutuhkan jumlah uang yang
berbeda-beda mulai dari Rp2 juta hingga Rp7 juta. "Biasanya yang paling lama itu memancing tuna, karena harus pergi jauh. Jadi, mereka pulang 7-10 hari sekali," paparnya.
Hingga saat ini, Jhon mengaku senang dengan sistem kemitraan yang dilakukannya. Bahkan, saat ini ia mengaku hanya mempunyai satu buah kapal. Padahal, setiap harinya ada 22 kapal yang bekerja bersama dengannya.
Terjerat rentenir
Usaha Jhon bukan tanpa kesulitan. Layaknya nelayan pada umumnya, pencarian ikan tentu amat berpengaruh dengan kondisi angin di laut.

"Kalau sedang musim angin barat, paling tidak dua bulan itu tangkapan tidak ada, atau kalaupun ada amat sedikit," dia menambahkan.

Bukan hanya itu, pria asli Kupang ini harus terjerat utang kepada rentenir saat memulai usahanya. Setiap bulannya Jhon harus membayarkan bunga sebesar 10-20 persen dari total uang yang dipinjamnya.

"Situasi seperti itu mungkin berlangsung sampai 4-5 tahun," ujarnya.
Yang membuat pria asal Nusa Tenggara Timur ini berat untuk menyelesaikan utangnya adalah kewajiban para peminjam guna membayar dalam bentuk tunai dan tidak bisa dicicil.

Namun, masa-masa itu kini telah berlalu. Jhon pun mengaku saat ini telah mempunyai gudang penampungan ikan sendiri. Walaupun bukan gudang besar, menurut Jhon, gudang dengan ukuran 8x13 meter ini cukup untuk menampung semua ikan yang akan ia salurkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar